Rabu, 05 Mei 2010

Berita dari Suara Merdeka

06 Mei 2010
Agus Hartoko Kembangkan Motif Baru

Diilhami Pemilik Batik ''Tjokro'', Ciptakan Kreasi Khas Pesisiran


MOTIF batik Semarangan, Solo, Yogyakarta, Pekalongan, Lasem, Madura, atau motif yang membawa nama daerah tertentu sudah jamak kita temui. Tapi bagaimana dengan motif batik pohon bakau, ubur-ubur, atau plankton? Sudahkah pernah Anda melihat bahkan memakainya?

Motif batik khas kelautan inilah yang sekarang sedang dikembangkan oleh Dr Ir Agus Hartoko MSc, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.

Bermula dari perjalanannya ke Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, 8 Februari lalu, Agus berkenalan dengan Bukhari Wiryo Satmoko, pemilik industri batik rumah tangga ‘’Tjokro’’.

Keduanya melakukan perbincangan soal kelautan dan batik tulis bakaran khas Juwana.

Batik bakaran merupakan warisan Nyi Danowati, penjaga museum pusaka dan pembuat seragam prajurit keraton pada akhir Kerajaan Majapahit.

Perbincangan itu yang mengilhami Agus untuk membuat motif baru, yakni pohon bakau hanya dalam waktu sepuluh menit.

Sketsa motif bakau tersebut kemudian diterjemahkan oleh Bukhari menjadi desain baru batik tulis bakaran. Sebelumnya, motif batik bakaran yang diajarkan Nyi Danowati adalah motif batik majapahit seperti sekar jagat, padas gempal, magel ati, limaran, dan gandrung. Namun, setelah itu dikembangkan juga motif kontemporer, antara lain motif pohon druju (juwana), gelombang cinta, kedelai kecer, jambu alas, dan blebak urang.

“Saya hanya ingin melestarikan budaya dan menjaga tradisi batik bakaran agar tidak punah. Dengan mengenalkan motif-motif baru batik pesisiran bertema kelautan yang masih memiliki potensi untuk dapat dikembangkan hingga mancanegara,” tutur mantan sekretaris Lemlit Undip itu.

Akar Napas

Menurut pria kelahiran Semarang, 16 Agustus 1957 ini, motif pohon bakau muda dipilih karena satu-satunya jenis tanaman yang bisa hidup di pesisir pantai.

Akar pohon bakau yang besar-besar dan panjang lengkap dengan daun-daunnya tergambar begitu jelas pada motif ini. Seolah Agus ingin menggambarkan sistem akar napas yang menjadi kelebihan tanaman ini.

Ditambahkan, ciri khas batik bakaran bisa dilihat dari motif retak. Kain yang sebelumnya diblok penuh oleh malam, kemudian dipecah-pecah sehingga menjadi retak. Retakan itulah yang kemudian memunculkan motif retak.

“Sejauh ini, kami baru memproduksi beberapa lembar kain batik tulis untuk bahan kemeja pria dan baju wanita,” imbuhnya. (Fani Ayudea-61)