Kamis, 12 November 2009

Kabar dari Jawa Pos

[ Kamis, 12 November 2009 ]
Pematenan Motif Batik Bakaran Bertambah
PATI-Pematenan motif batik bakaran yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati bertambah. Sebulan lalu, hanya delapan motif yang mendapatkan hal paten dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen Haki).

Sementara ini, ujar Pratiknyo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Pati ada tambahan sembilan motif lagi yang mendapat hak paten. ''Sehingga, total motif yang sudah dipatenkan menjadi 17 motif,'' ungkapnya, kemarin.

Sebelumnya, Disperindag telah mendaftarkan hak paten motif batik bakaran sebanyak 22 motif. Sehingga, masih ada lima motif batik bakaran yang belum mendapat pengesahan dari Dirjen Haki.

Kedelapan motif yang baru memperoleh hak paten itu dengan surat Dirjen Haki Nomor HKI.2-HI.01.01-98, sedangkan yang sembilan motif berdasarkan surat Dirjen Haki Nomor HKI.2-HI.01.01-102. ''Baru-baru ini surat dikirimkan dari Dirjen Haki kepada kami,'' kata Pratiknyo.

Untuk mendapatkan hak paten batik bakaran itu, jelasnya, membutuhkan waktu yang sangat lama. Pendaftaran telah dilakukan sekitar dua tahun lalu, tetapi baru mendapat jawaban.

Pematenan yang dikeluarkan Dirjen Haki ini, katanya, batik bakaran termasuk hasil kebudayaan rakyat atau ekspresi folklor. Sehingga, batik bakaran menjadi milik bersama yang berasal dari Kabupaten Pati.

Sementara itu, Hj Kartina Sukawati, Wakil Bupati Pati berharap, batik bakaran menjadi pelajaran muatan lokal di Kabupaten Pati. Sehingga, keberadaan batik bakaran ini dapat terjaga dengan baik. (ris/joe)

Senin, 09 November 2009

Upaya Bukhari Melestarikan Batik Bakaran

[ Radar Kudus Minggu, 11 Oktober 2009 ]

Kesulitan Mencari Pembatik

Adanya peresmian batik dari Unesco sebagai kebudayaan asli Indonesia berdampak pada permintaan pesanan batik. Namun, semua pesanan tidak mampu dilakukan oleh Bukhari, pemilik batik Tjokro dari Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana. Disebabkan apa?

RIS ANDY KUSUMA, Pati-Hampir setiap hari rumah berada jalan Mangkudipuro, No 196 Desa Bakaran Wetan tidak pernah sepi dari pemesanan batik. Padahal, tahun 1998 lalu sempat menutup usaha batik yang ditekuni sejak tahun 1975.

Pria penerima penghargaan Byasana Bhakti Upapradana dari Gubernur Jateng pada 1994 dan Upakarti kategori Pelestari Budaya dari Presiden RI tahun 2008 ini setiap hari harus melayani permintaan antara 25-30 pesanan. Namun, kapasitas produksi yang dimiliki hanya 20 batik saja.

"Itu pun bukan batik yang kuno, batik yang sudah mengalami modifikasi. Sehingga, pesanan harus menunggu dulu yang lebih lama daripada biasanya," ungkap suami Tini, kemarin.

Pesanan tidak berhenti, lanjutnya, mulai sebelum lebaran tiba. Menjelang lebaran kemarin, dia mengaku, sudah tidak melayani pesanan mengingat keterbatasan tenaga yang dimiliki.

Usaha yang dijalani ini, Bukhari mengaku saat ini telah memiliki sekitar 50 pekerja. Namun, tidak semua pekerjanya setiap hari yang full time bekerja untuk membatik di tempatnya.

"Namanya orang hidup di desa ini mempunyai sosial yang tinggi, terkadang para pekerja ini ada yang saudara atau tetangganya yang punya kerja, pekerja tidak bisa membatik. Rata-rata setiap harinya ada separonya saja," paparnya.

Rata-rata pembatik yang bekerja ditempatnya usianya memang bukan usia yang muda. Dia mengatakan, kesulitan mencari pembatik yang bisa bekerja secara full time untuk dapat melayani pesanan.

Sehingga, jumlah pesanan dengan kapasitas produksinya dapat sama. Para pencinta batik tidak perlu lagi lama menunggu pesanan. Sementara ini, dia mengaku, tidak melayani pesanan batik bakaran yang kuno, karena memakan waktu yang lebih lama.

Selain itu, batik bakaran kuno kurang begitu diminati mengingat harga batiknya sangat mahal dibandingkan dengan biasa. "Prosesnya yang lebih rumit menjadikan harganya lebih mahal," tandasnya. (*)

Minggu, 08 November 2009

Batik Bakaran Mendapatkan Hak Paten dari Haki

9 Motif Batik Bakaran Mendapatkan Hak Paten dari Dirjen Haki

pasfmpati.com
(Pati, Kota)

Hasil karya batik tulis asal Bakaran Kecamatan Juwana, tidak dapat diklaim patenkan milik perseorangan. Justru hak paten dari Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual [HAKI], memasukkan motif – motif batik khas bakaran tersebut, dalam daftar inventaris kekayaan budaya asal Kabupaten Pati.

Untuk mendapatkan hak paten dari Dirjen HAKI, Pemkab Pati membutuhkan waktu selama 2 tahun. Motif batik bakaran yang kini telah mendapatkan hak paten itu, sebelumnya telah didaftarkan sejak tahun 2006 lalu, dengan menggunakan dana dari APBD Kabupaten Pati.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kabupaten Pati Ir Pratiknyo kepada PAS Pati menjelaskan, sejak tahun 2006 lalu sebenarnya ada 22 motif batik khas bakaran yang diajukan atau didaftarkan untuk mendapatkan hak paten. Tapi baru pada dua bulan lalu, hak paten itu, turun.

“Itu sudah lama, sudah hampir dua tahunan lebih. Seluruhnya ada 22 motif batik khas bakaran yang kita usulkan ke Dirjen HAKI. Tapi yang baru mendapat baru 9. Lainnya masih dalam penelitian, jangan – jangan didaerah lain, ada motif yang sama. Jadi prosesnya kan lama ya.”, jelas Ir Pratiknyo.

Langkah Pemkab Pati untuk mematenkan batik khas bakaran tersebut, selain untuk melindungi para perajin batik dari klaim orang lain, juga sebagai khasanah budaya, yang dimiliki Kabupaten Pati. Tapi dalam penjualan produknya, Kepala Disperindag Ir Pratiknya berharap, para perajin tetap menggunakan cap Pemkab Pati. “Nanti tetap capnya pakai cak Kabupaten Pati. Jadi kalau belum dipatenkan itu kawatirnya, saat kita produksi kemudian ketangkap Polisi kemudian diakui orang lain, kan gitu.”, jelas Ir Pratiknyo.

Kesembilan motif batik khas Bakaran Juwana yang telah mendapat pengakuan dengan mengantongi hak paten dari Dirjen HAKI diantaranya, motif batik gringsing, limaran, sidorukun, rawan, liris, sidomukti, Truntum, kopi pecah, dan bledak kopik.

Bukhari yang sebelumnya sebagai pengrajin (Batik Tulis Tjokro) ke 22 motif itu mempersilahkan motif itu menjadi milik pemkab Pati. Sebab selama ini dia hanya berusaha melestarikan batik yang diwariskan para canggah secara turun temurun kepadanya.